Penurunan harga minyak mentah dunia telah memberikan dampak positif bagi neraca impor Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor pada bulan Agustus 2024 mengalami kontraksi sebesar 4,93% dibanding bulan sebelumnya, menjadi US$20,67 miliar. Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa impor migas turun sebesar 25,56% menjadi US$2,65 miliar, sementara impor nonmigas turun 0,89% menjadi US$18,02 miliar.
Pudji juga menyebutkan bahwa penurunan ini sejalan dengan turunnya nilai impor migas sebesar -4,18% dan impor nonmigas sebesar -0,75%. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan harga minyak dan gas, yang pada bulan Agustus 2024 mencapai US$78,51 per barel dari US$82 per barel pada bulan sebelumnya.
Meskipun demikian, secara tahunan, impor Indonesia pada bulan Agustus 2024 mengalami kenaikan sebesar 9,46% dibanding tahun sebelumnya. Impor migas turun 0,51% akibat penurunan harga secara agregat, sementara impor nonmigas naik 11,09%, terutama bijih logam terak dan abu yang melonjak 126,92%.
BPS juga mencatat adanya perubahan harga komoditas di pasar internasional yang bervariasi. Harga energi, pertanian, dan logam mineral mengalami penurunan, sementara harga logam mulia, terutama emas, mengalami kenaikan signifikan. Harga emas bahkan tumbuh 27,34% secara tahunan.
Di sisi lain, indeks manufaktur negara mitra dagang utama Indonesia menunjukkan hasil yang beragam. China dan India berada dalam zona ekspansif dengan PMI masing-masing 50,4 dan 57,5, sementara AS dan Jepang berada di zona koreksi dengan PMI 47,9 dan 49,8.
Secara keseluruhan, meskipun terjadi penurunan nilai impor bulanan akibat harga minyak mentah dunia yang turun, namun secara tahunan terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi untuk terus meningkatkan neraca perdagangannya.