Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa jaksa telah mengajukan banding terkait putusan Majelis Hakim dalam kasus Harvey Moeis. Moeis adalah terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. dari tahun 2015 hingga 2022. “Kami berkomitmen untuk melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding dan sudah mendaftarkannya di pengadilan,” ujar Harli di Kantor Kejagung, Jakarta, pada Selasa (31/12).
Selain itu, Harli juga menyebutkan bahwa JPU sedang fokus menyusun poin-poin atau dalil-dalil terkait memori banding. Meskipun masih menunggu salinan putusan, Kejagung tetap menggunakan catatan persidangan sebagai panduan dalam menyusun dalil-dalil yang akan disampaikan. “Dari sisi strachmat yang diajukan oleh JPU, menuntut 12 tahun penjara bagi terdakwa, namun vonis yang diberikan hanya 6,5 tahun,” tambahnya.
Harli juga menegaskan bahwa Kejagung mendukung pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait pengajuan banding dalam kasus-kasus korupsi dengan vonis yang dianggap ringan. “Kami sangat responsif terhadap pernyataan beliau, bahwa vonis terhadap terdakwa HM masih terlalu ringan dibandingkan dengan tuntutan yang diajukan oleh JPU,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo mengkritik hakim yang memberikan vonis ringan kepada koruptor, terutama jika nilai kerugian negara mencapai ratusan triliun. “Rakyat paham, jika kerugian mencapai ratusan triliun, vonisnya hanya sekian (tahun),” tegas Presiden dalam Musrenbangnas di Jakarta.
Presiden juga menekankan bahwa terdakwa korupsi seharusnya menerima vonis berat. “Vonisnya harus berat, minimal 50 tahun penjara,” tegasnya kepada Jaksa Agung.
Dalam konteks ini, Kejagung akan terus berjuang untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan tegas, terutama dalam penanganan kasus korupsi yang merugikan negara. Semua pihak harus bertanggung jawab atas perbuatannya, dan Kejagung akan terus bekerja keras untuk memberikan keadilan bagi masyarakat.